[The Delights of] Pasar Asemka, part II

Kadang saya suka iseng cek blog stat. Sekadar ingin tahu seberapa tinggi traffic di blog saya. Dari situ, saya justru dapat banyak sekali info mengenai blog traffic. Mulai dari postingan yang paling banyak dikunjungi sampai web source (dari mana mereka "berangkat" sampai bisa mampir ke blog saya). Sampai saat ini, ada three top posts, yaitu Cosmetic Review, Pasar Asemka dan Simple Guidance for Simple Goodie Bag. Dan saya paling hepi kalau lihat angka traffic Pasar Asemka.

Kenapa Happy?
Pertama, just like another woman does, shopping is just like paradise. Apalagi kalau berhasil nemu most wanted item yang jauh lebih murah dari budget. Wuuiiihhh.... Kedua, entah mengapa, saya suka hunting ke pasar tradisional. Ada beberapa hal yang menurut saya pasar tradisiional tetap harus "diperjuangkan". Bagi awam seperti saya, salah satu cara adalah dengan menggunakan "hak pilih" saya. Memilih pasar dari pada mall, misalnya. Sebab, saya masih meyakini bahwa pasar tradisional tetap memiliki peran penting pada sektor ekonomi mikro. Perputaran uang yang ada di pasar, selain berpengaruh pada angka-angka pendapatan dan pertumbuhan ekonomi negara, juga turut menghidupi tangan-tangan yang ada di sana. Kalau dalam Islam, 9 dari 10 pintu rezeki datang dari perniagaan (selengkapnya sila googling sendiri :p).

Karena menarik, makanya saya share sama suami. Dia pun beranggapan sama. Dari situ, muncul obrolan untuk nulis buku soal pasar. Ringan aja sih, tidak pakai teori-teori babon. Tapi dipikir-pikir, ide ini agak jauh. Akhirnya kami memutuskan untuk buat blognya dulu saja, di sini. Masih piyik, butuh banyak masukkan. :)

Masih soal Asemka,
Setelah postingan awal dulu itu, saya masih kerap mondar-mandir ke sana. Jualan juga, hehehe... Dari situ, akhirnya saya menjelajahi sebagian kawasan Asemka. Dan Asemka itu waaaayyy much interesting dibanding ketika duluuuu saya pertama ke sana. Jika pertanyaannya kenapa?, maka jawabannya 11-12 dengan jawaban "Kenapa Happy" di atas. Saya menemukan buanyaaak sekali toko dengan variasi produk jualan, menemukan buayaaak penjual yang bersedia memberikan harga lebih murah, dan tentu saja toko-toko yang menjual item jualan di mall yang harganya pasar tradisional. Asyik ya?
Siapapun bisa membuka toko online jika bisa menemukan sumber harga grosir macam ini. Ini baru satu pasar di Jakarta, lho... Masih buanyaaaakk pasar-pasar tradisional yang tematik atau khusus menjual barang-barang sejenis di jagat Ibukota ini. Bagi mereka yang tinggal di titik kosmopolit macam Jakarta seharusnya bisa memanfaatkan ini (dan tidak hanya depend pada super-giant-hyper-blabla-market). Kalau mau jujur sih, segala supermarket yang ada di tiap jengkal kota yang sudah sumpek ini memang bikin praktis, ya. Ingin makan mie instan tapi stok di dapur habis, tinggal ngesot ke sana. Males juga ya, kalau harus ke pasar.

Tapi di luar kelemahannya yang memang kurang praktis dibanding dengan mini market itu, pada prinsipnya, pasar tradisional (saya sedang mempertimbangkan untuk menggunakan istilah "pasar rakyat") harus tetap diberdayakan. Minimal untuk aktivitas belanja besar atau hunting barang-barang seperti kebutuhan perlengkpan sekolah dan lain-lain. Selain kita dapat harga murah, kita juga turut membangun perekonomian mikro lewat pasar tradisional.[]

Comments