Hamil [lagi]!

So, I'm pregnant again. Kali ini memang sudah lama dinanti :D. Jadi waktu itu saya merasa sedang dalam fase PMS (pre menstrual syndrome), tapi kok ada beberapa gejala sebelum mens yang tidak muncul ya? Karena siklus mens saya sudah mulai teratur dalam empat-lima bulan terakhir, saya mulai curiga meski masih cuek. Soalnya, sebelumnya ketipu juga. Saya kalau mau mens pasti mual. Mirip kayak orang hamil kan? Nah, kali itu saya masih cuek, sampai telatnya sudah mendekati seminggu. Tapi dalam hati merasa sepertinya saya hamil. Saya sempat pakai test pack, tapi hasilnya ga valid karena saya tidak pakai cawan dan saya basahi begitu saja waktu pipis, hahahaha... Jadinya itu test pack basah sampai separuhnya.

Lalu ketika kami melewati toko obat, suami bilang: "sana gih beli test pack lagi. Tapi sekarang kamu yang beli, siapa tahu kalau kamu yang beli positif." (Logika dari mana coba? -_____-') Akhirnya saya yang turun dan beli itu test pack. Beli dua sekalian dan minta yang pakai cawan. Sampai rumah, saya baca-baca di kemasan test pack bahwa test pack ini bisa dipakai kapan saja. Wah, asik! Udah pake cawan, bisa dipake kapan saja pula. Langsunglah eike pipis dan memberdayakan si test pack untuk mendeteksi apakah eike tekdung tralala lagi atau belum. Dan, dua garis! Yaaaaayy...

Wiiii, we're both happy deh pokoknya... Suami kaget dan seneng banget. Hamil ini memang direncanakan, mengingat faktor U, sodara-sodara. U saya dan suami, juga U si kakak nantinya. Nyahahahaha… Selain itu, untuk akhirnya bisa positif ini memang takes time sejak saya lepas KB suntik 3 bulanan (selama pemakaian ± 5 tahun!).

Lepas KB dan penormalan siklus mens
Dalam proses setelah lepas KB menuju penormalan siklus mens, saya akhirnya tahu bahwa penggunaan KB hormonal itu kalau bisa diberi jarak. For the sake of health of the womb, mamma. Misalnya, pakai selama satu setengah tahun, beri jeda “kosong” dengan tidak pakai KB jenis apapun (kecuali kondom). Setelah itu coba usahakan pindah KB jenis lainnya, kalau bisa sih jangan yang hormonal juga. Nah pemakaian jangka panjang seperti saya itu membuat normalisasi siklus mens jadi lama. (PS: kebutuhan tiap perempuan untuk menormalkan siklus mens beda-beda.) Butuh enam bulan untuk mens, selama lepas KB itu saya betul-betul “kosong”, flek pun tidak. Setelah mens pun siklusnya amburadul. Pernah waktu itu mens ketika bulan Ramadhan, awalnya normal selama seminggu. Di akhir minggu flek-flek menjelang habis mens, darah malah keluar lagi dan justru makin banyak dan darahnya makin segar. Total dua minggu saya “libur” puasa.

Kami lalu memutuskan ke dokter kandungan di RSIA Muhammadiyah Taman Puring. Di sana saya diberi obat untuk pendarahan. FYI, waktu itu saya ketemunya dengan dr. Agus SpOG, beliau kesannya buru-buru dan tidak ada tanya-jawab yang intens. Jadi seolah-olah dia tahu saya pendarahan, dikasih resep, lalu selesai. Bener deh, gak worth rasanya antri lamaaaa lalu di dalam ruang praktek cuma less than 10 minutes. Mungkin begitu ya, beberapa dokter favorit yang praktek di RS. 

Lalu, setelah diberi obat, pendarahan berhenti, namun siklus mens berikutnya masih tidak menentu. Flek setelah mens sampai benar-benar bersih bisa lamaaaa sekali. Akhirnya, saya mencoba konsultasi ke bidan dekat rumah. Bidan itu bidan teladan, praktek di rumah sendiri dan sudah punya kamar-kamar untuk rawat inap. Namanya Bidan Enok (Pondok Betung). Dia cukup telaten menanggapi pertanyaan-pertanyaan saya yang bingung pingin hamil lagi. Meski “hanya konsultasi”, bu bidan mau menjelaskan beberapa hal dan merekomendasikan dokter kandungan bagus sekitar Bintaro, yaitu dr. Dewi Rumiris SpOG. Dokter ini praktek di RSIA Muhammadiyah dan sebuah klinik di Bintaro. Karena alasan efisiensi, kami coba kejar yang jam praktek di klinik. Setelah mendapat cukup info, kami memutuskan untuk mencari klinik yang dimaksud.

Singkatnya (nanti ada versi panjangnya di postingan sendiri), akhirnya kami konsul dengan beliau. Beliau menganjurkan untuk menormalkan siklus dengan bantuan stimulus hormon. Jadi, waktu itu saya diberi pil hormon untuk sepuluh hari berturut-turut (saya lupa merk obatnya). Cara kerjanya mirip pil KB, harus diminum persis di jam yang sama. Tidak boleh telat dan tidak boleh lupa. Nanti setelah pil habis, tunggu sampai mens. Mungkin agak lama, katanya, tapi tetap ditunggu saja sampai mens lagi. Nah nanti dalan mens berikutnya sudah bisa dihitung masa suburnya. 

Waktu itu beliau kasih pilihan: mau alami atau dibantu? Karena kami masih optimis bisa, akhirnya kami coba yang alami. Katanya: coba dulu dalam waktu tiga bulan, nanti siklus akan mulai normal lagi. Dihitung saja masa suburnya. Manut sama bu dokter, setelah masa pil hormon dan mens lagi, saya belum ngeh kalau siklus mens sebetulnya sudah mulai normal (meski flek setelah mens kadang agak panjang). Tapi overall, mens-nya sudah teratur. Saya baru ngeh setelah empat bulanan gitu, sekitar bulan Mei atau Juni. Sejak itu, saya mulai belajar menghitung masa subur. Awal-awal sih belum kelihatan hasilnya, ya. Dan jujur, mulai agak bete juga tuh.

Pendarahan dua kali
Betenya adalah karena gejala hamil dan PMS itu mirip. Hampir ga ada bedanya. Dan saya suka ketipu, huhuhu… Baca-baca soal trik cepet hamil lagi, ada artikel yang menyebutkan supaya jangan lekas bangun ketika selesai berhubungan. Saya pikir-pikir, tips ini layak dicoba, hehehe… Sekitar sebulan setelah “praktek” tips itu, datanglah momen dua garis di atas tadi. Karena hamil kedua, saya relatif santai. Kelewat santai malah. Motoran ke Tigaraksa (which is takes about couple hours to get there!), dinas luar kota (lari-larian di bandara ngejar flight *omaigat) sampai kursus full seharian penuh membuat saya sempat bleeding dua kali.

Ini beneran pendarahan, bukan flek biasa di underwear. Tapi sudah mengalir berdarah-darah segar (bahkan yang terakhir, saya mendapatkan gumpalan darah keciiil *astagfirullahaladzim). Pendarahan itu saya alami tepat ketika saya pulang dinas dan pulang kursus. Hati rasanya hancuuuuuuurr, terutama ketika mengalami yang kedua kali. Waktu yang pertama, saya ke dokter Dewi Rumiris lagi dan diberi penguat. Tidak disuruh bed rest sama beliau. Entah, mungkin karena saya bilang tidak begitu banyak darah yang keluar atau bagaimana. Sementara yang kedua, karena dokter Dewi ketika itu tidak praktek di Klinik Permata Bintaro, kami bertemu dengan dr. Data Angkasa SpOG.

Bu Dokter Data ini kaget, karena ini adalah pendarahan kedua dan sempat ada gumpalan kecilnya. Di USG Transvaginal, si janin masih berdetak jantungnya *fiuh. Beliau minta aku bed rest total dan tetap berusaha demi si janin. Dia sempet bilang gini: kita tidak boleh menyerah, ya. Janinnya tadi masih bagus, jadi harus coba dipertahankan. Rileks aja. Semua sudah diatur, Mbak. Yang sudah lahir, besar, tua saja bisa diambil kapan saja sama Allah, apalagi yang kecil begini. Pokoknya gak boleh dibawa pikiran.

Intinya, beliau minta kami ikhtiar, sementara harus tetap ikhlas. Respon saya? Nangis laaaah, wkwkwkwkwk… Semaleman ga bisa tidur, jelas sulit untuk tidak memikirkan ini. Tapi saya paham maksud bu dokter adalah agar saya rileks, tidak terbebani secara psikis. Pertemuan pertama ini membuat saya dan suami memutuskan “pindah ke lain hati”, hehehehe… Dari dr. Dewi Rumiris ke dr. Data angkasa. Kapan-kapan saya posting khusus soal perdokter-dokteran ini.

Selama bed rest itu, saya masih flek. Padahal obat penguat sudah atas-bawah (oral dan vaginal).  Ketika obat oral habis, kontrol ke dr. Data lagi dan diberi obat yang lebih “kuat”. Bed rest tetap diteruskan sampai benar-benar tidak flek sama sekali. Karena pertimbangan ini-itu, akhirnya saya memutuskan berhenti ngantor. Kondisi hamil kedua ini berbeda dengan yang pertama. Kami ingin ikhtiar demi si calon bayi. Soal resign postingan lain aja ya.. 

Walau sempat pendarahan dua kali dan harus total bed rest, kami berdua ikhtiar supaya si baby nanti sehat. Doakan saja agar semua sehat dan lancar yaaa... Aamiiin…[]